Oleb :  Herdianto Sibarani, S.Pd.K, M..Th

Pentingnya Pendidikan Agama Kristen di Papua

Oleb :  Herdianto Sibarani, S.Pd.K, M..Th

sering mendengar ungkapan “susah mencari orang jujur pada zaman sekarang”.  Kita  banyak  mendengar  kabar  tentang  korupsi,  tawuran  antara pelajar, orang yang tidak bertanggungjawab, kenakalan remaja, seks bebas. Sebenamya apa yang salah dengan manusia zaman sekarang. Orang-orang yang berkualitas secara akademis tapi tidak memiliki moral. Pada masa ini kita harus mengakui bahwa karakter manusia mulai menurun kualitasnya. Bukan hal yang baru, pada saat ini sedang terjadi meningkatnya  kekerasan di kalangan remaja, penggunaan  bahasa dan kata-kata  yang kotor, meningkatnya  perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas.

Semakin kabumya  pedoman  moral baik dan buruk, menurunnya  etos kerja, semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua &guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Sistem pendidikan  yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan  otak kiri (kognitif) dan kurang  memperhatikan  pengembangan  otak kanan  (afektif,  empati,  dan rasa).  Padahal, pengembangan karakter  lebih  berkaitan  dengan  optimalisasi  fungsi  otak  kanan.  Mata  pelajaran   yang  berkaitan  dengan pendidikan   akhlak  dan  karakter  pun  (seperti  budi  pekerti  dan  agama)  temyata  pada  prakteknya   lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar “tahu”).

Dalam buku Seni membentuk Karakter Kristen, Stephen Tong mengatakan sekolah-sekolah sudah tidak lagi  mementingkan  pendidikan  karakter,  yang  dipentingkan  hanyalah  pengetahuan   akademik  dan  gelar. Pendidikan akademik yang tidak diimbangi oleh pendidikan karakter, bukanlah pendidikan. Dengan keadaan seperti sekarang ini, seharusnya kita lebih menyadari bahwa tujuan pendidikan Kristen adalah pendidikan karakter kristiani berdasarkan Alkitab.

Secara   etimologi,   kata   agama   berasal   dari   bahasa   Sangsekerta,   yang   akar

kata gam artinya pergi. Kemudian akar kata gam tersebut mendapat awalan a dan akhiran a,  maka terbentuklah kata agama artinya jalan.  Maksudnya, jalan  untuk

mencapai  kebahagiaan.  Di  samping  itu,  ada pendapat  yang  menyatakan  bahwa kata   agama   berasal   dari   bahasa   Sangsekerta   yang   akar  katanya   adalah   a dan gama.  A artinya tidak dan gama artinya kacau.  Jadi, agama artinya tidak kacau atau  teratur.  Maksudnya,  agama  adalah  peraturan   yang  dapat  membebaskan manusia   dari  kekacauan   yang  dihadapi   dalam  hidupnya,   bahkan   menjelang matinya.

Kata religi-religion dan religio,  secara etimologi       menurut   Winkler Prins dalam Algemene  Encyclopaediemungkin sekali berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata religere atau religare yang berarti terikat, maka dimaksudkan bahwa setiap orang yang  ber-religi adalah orang yang senantiasa merasa terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Kalau dikatakan berasal dari kata religere yang berarti berhati-hati, maka dimaksudkan bahwa orang yang ber-religi itu adalah orang yang senantiasa bersikap hati-hati dengan  sesuatu  yang  dianggap  suci.   Sedangkan  secara  terminologi,  agama  dan  religi  ialah  suatu  tata kepercayaan  atas  adanya  yang  Agung  di luar manusia,  dan  suatu  tata penyembahan  kepada  yang  Agung tersebut,   serta suatu  tata  kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang Agung, hubungan manusia dengan  manusia  dan hubungan  manusia  dengan  alam yang  lain,  sesuai  dengan  tata kepercayaan  dan tata penyembahan  tersebut.  Berdasarkan  pengertian  tersebut, maka pada  agama dan religi  terdapat  empat unsur penting, yaitu:  1 ). Tata pengakuan atau kepercayaan terhadap adanya Yang Agung.

Selanjutnya,  kata din-secara  etimologi-berasal  dari bahasa  Arab,  artinya:  patuh  dan taat,  undang-undang,  peraturan dan hari kemudian.  Maksudnya,  orang  yang berdin  ialah orang  yang patuh  dan taat terhadap  peraturan  dan undang-undang Allah untuk mendapatkan kebahagiaan di hari kemudian. Oleh karena itu, dalam din terdapat empat unsur penting, yaitu:  1) tata pengakuan terhadap  adanya Yang Agung dalam bentuk iman kepada Allah,  2) tata hubungan terhadap Yang Agung tersebut dalam bentuk ibadah kepada Allah, 3) tata kaidah/doktrin  yang mengatur tata pengakuan dan tata penyembahan  tersebut yang terdapat  dalam al-Qur’an  dan Sunnah Nabi,  4) tata sikap terhadap  dunia dalam bentuk taqwa,  yakni mempergunakan  dunia sebagai  jenjang   untuk  mencapai  kebahagiaan  akhirat. Sedangkan  menurut  terminologi,  din  adalah  peraturan  Tuhan  yang membimbing manusia yang berakal dengan kehendaknya sendiri untuk kebahagiaan dan kesejahteraan  di dunia dan di akhirat.

Berdasarkan  pengertian  din tersebut,  maka din itu memiliki  empat ciri,  yaitu:  1)  din adalah peraturan  Tuhan,  2) din

hanya diperuntukkan  bagi manusia yang berakal,  sesuai hadis Nabi yang berbunyi:  al-din huwa al-aqlu la dina liman la aqla

lahu, artinya: agama ialah akal tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal, 3) din hams dipeluk atas dasar kehendak sendiri, firman Allah: la ikraha fi al-din, artinya:  tidak  ada paksaaan  untuk  memeluk  din (agama),  4) din bertujuan  rangkap,  yakni kebahagiaan dan kesejahteraan  dunia akhirat.

Tujuan Pendidikan Agama Kristen di Perguruan Tinggi secara spesifik adalah:  “Membantu terbinanya sarjana beragama, dan  bertaqwa  kepada   Tuhan  yang  Maha  Esa,  berbudi  pekerti  luhur,  berfikir  filosofis,  bersikap  rasional  dan  dinamis, berpandangan  luas,  ikut  seta dalam kerjasama  antar umat  beragama  dalam pengembangan  dan pemanfaatan  IPTEKS  untuk kepentingan  nasional  (Yusri  Panggabean,  2000:  l)”  Sedang  tujuan  Pendidikan  Agama  Kristen  secara  umum  adalah  agar mahasiswa  sebagai  generasi  penerus  mampu  menghayati  dan mengerti  sebagai Umat  Allah  mempunyai  tugas  hakiki  untuk menjadi berkat bagi dunia, negara dan bangsa Indonesia.

Tujuan  pendidikan  Kristen secara khusus adalah usaha untuk membentuk  dan membimbing  peserta didik agar tumbuh berkembang  mencapai  kepribadian  utuh  yang mencerminkan  sebagai  gambar Allah  yang memiliki  sifat kasih  dan ketaatan kepada  Tuhan, memiliki  kecerdasan, ketrampilan, berbudi  pekerti  yang luhur, kesadaran  dan memelihara  lingkungan  hidup, serta ikut bertanggung jawab dalam pembangunan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Menurut Yusri Panggabean tujuan Pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah:

“Mahasiswa diharapkan  mengenal  atau menghayati  kasih Allah dalam Yesus Kristus  dalam bimbingan  Roh Kudus  sehingga dapat bertumbuh dalam membentuk diri pribadi seutuhnya sebagai manuisa ciptaaan baru yang dewasa dan bertanggung jawab kepada Allah,  sesama manusia  dan lingkungan  serta bersedia  mengabdikan  seluruh hidup dan pekerjaan  demi kepentinggan sesamanya  dalam segala aspek lapangan hidup dimana dia berada untuk hormat dan kemuliaan  bagi_Nya  (Yusri Pangabean, 2000:  1) Jadi pada prinsipnya konsep belajar kristen ditekankan pada keaktifan setiap pribadi untuk membentuk diri atau menjadi pelaku  firman  Allah  dan  mengabdikan  seluruhnya  untuk  bangsa  dan  negara  termasuk  cinta  tanah  air  sebagai  perwujudan kasihnya  kepada  Tuhan.  Oleh  karena  konsep  belajar  dengan  semangat  pembaruan  akan  membawa  kepada  kemajuan  yang sangat  berarti  bagi  hakekat  kemanusiaan.  Sedang  interaksi  dalam  aktivitas  pembelajaran  merupakan  upaya  pencarian  diri sendiri agar lebih dewasa dan manusiawi.

Pendidikan Agama Kristen di Perguruan Tinggi

Membentuk sarjana beragama,  bertaqwa, berbudi pekerti luhur,  berfikir filosofis, rasional,  dinamis, pandangannya  luas,  kerjasama  antar  umat  dalam  pengembangan  IPTEKS  untuk  kepentingan nasional. Tujuan umum mempunyai tugas hakiki menghayati dan mengerti sebagai umat Allah mempunyai tugas hakiki untuk menjadi berkat bagi dunia.

PAK Yusril;  Mengenal  kasih Allah  dan menghayati  kasih  Allah  dalam Yesus  Kristus  pribadi seutuhnya  sebagai  manusia  ciptaan  baru  yang  dewasa  dan  bertanggung  jawab   kepada  Allah  dan manusia, bersedia mengabdikan seluruh hidupnya untuk kemuliaan-Nya.

Kesimpulan:   membentuk  pribadi  Kristus  menjadi  pelaku  firman  untuk  mengabdi  bagi sesama. Semangat belajar memperbaharui diri untuk membawa ke arah kemajuan bagi hakekat kemanusiaan. Interaksi dalam pembelajaran upaya mencari diri agar lebih dewasa dan manusiawi. sebagai manusia ciptaan baru yang dewasa dan bertanggung jawab kepada Allah dan manusia, bersedia mengabdikan seluruh hidupnya untuk kemulyaannya.

Kesimpulan: membentuk pribadi Kristus menjadi pelaku firman untuk mengabdi bagi sesama. Semangat  belajar  memperbaharui    diri   untuk   membawa   ke   arah   kemajuan    bagi   hakekat kemanusiaan. Interaksi dalam pembelajaran  upaya mencari diri agar lebih dewasa dan manusiawi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *